ISMAHI JABAR LAPORKAN DUGAAN PEMBIARAN APARAT DALAM PENGGUSURAN ILEGAL SUKAHAJI KE PROPAM POLRI
Bandung (TABLOID CERDAS) Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia Wilayah Jawa Barat (ISMAHI JABAR) secara resmi telah mengajukan pengaduan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (PROPAM) Polri atas dugaan pelanggaran kode etik, disiplin, dan kelalaian jabatan yang dilakukan oleh jajaran kepolisian dalam peristiwa penertiban atau penggusuran ilegal di wilayah Sukahaji, Kota Bandung.
Pengaduan tersebut telah diterima secara sah oleh PROPAM Polri melalui mekanisme pengaduan resmi pada Selasa, 16 Desember 2025, sebagaimana dibuktikan dengan Surat Penerimaan Surat Pengaduan PROPAM bernomor SPSP2/251216000053/XII/2025/BAGYANDUAN
Pokok Persoalan: Negara Hadir sebagai Penonton
ISMAHI JABAR menilai bahwa peristiwa di Sukahaji bukan sekadar konflik agraria, melainkan krisis penegakan hukum dan kegagalan fungsi negara. Penertiban dilakukan oleh pihak tertentu tanpa dasar hukum administrasi yang sah, namun aparat kepolisian yang berada di lokasi justru melakukan pembiaran, alih-alih mencegah atau menghentikan tindakan ilegal tersebut.
ISMAHI JABAR menegaskan: pembiaran adalah bentuk kejahatan struktural. Ketika aparat kepolisian memilih diam di hadapan penggusuran ilegal, kekerasan ormas bayaran, dan teror terhadap warga, maka pada saat itu negara sedang mengkhianati mandat konstitusionalnya sendiri. Tidak ada netralitas dalam kejahatan—diam berarti berpihak.
Peristiwa Sukahaji membuktikan bahwa kekuasaan dapat berubah menjadi alat represi ketika hukum dikosongkan dari keberanian moral. Aparat yang seharusnya menjadi pelindung justru berdiri sebagai pagar hidup bagi kepentingan ilegal, membiarkan rakyat dipukul, diintimidasi, dan diusir dari ruang hidupnya. Ini bukan kelalaian biasa, melainkan pola pembiaran yang sistematis dan berulang.
Lebih jauh, dalam proses tersebut terjadi:
Kekerasan fisik dan intimidasi oleh ormas bayaran/preman terhadap warga,
Ancaman serius terhadap keselamatan warga, termasuk ancaman pembunuhan massal,
Tidak adanya tindakan perlindungan, penangkapan, maupun penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan,
Kriminalisasi terhadap warga Sukahaji, yang justru diposisikan sebagai pelaku tindak pidana, padahal mereka adalah korban konflik dan kekerasan struktural .
Dimensi Pelanggaran: Etik, Disiplin, dan HAM
Kami menolak dalih “situasi kondusif” yang selalu dijadikan tameng untuk membenarkan ketidakbertindakan. Kondusif bagi siapa? Bagi warga yang rumahnya digusur, atau bagi aktor-aktor yang bersembunyi di balik seragam ormas dan kekuatan modal? Ketika polisi gagal mencegah kejahatan yang terang-benderang terjadi di hadapan mata, maka yang runtuh bukan hanya hukum, tetapi kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Lebih berbahaya lagi, korban justru dikriminalisasi. Warga Sukahaji yang mempertahankan ruang hidupnya diposisikan sebagai pelaku pidana, sementara pelaku kekerasan dilepaskan dari jerat hukum. Ini adalah wajah paling telanjang dari hukum yang dipelintir untuk melindungi yang kuat dan menghukum yang lemah
ISMAHI JABAR menegaskan bahwa dugaan pembiaran ini melanggar mandat konstitusional dan hukum positif, antara lain:
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, yang mewajibkan Polri melindungi, mengayomi, melayani, serta mencegah kejahatan;
PP No. 2 Tahun 2003 dan Perkap No. 14 Tahun 2011, terkait disiplin dan kode etik profesi Polri;
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, khususnya hak atas rasa aman, perlindungan dari kekerasan, dan hak atas tempat tinggal.
Ketertutupan informasi, absennya penjelasan resmi kepada publik, serta tidak dijalankannya SOP pengamanan konflik sosial, semakin menguatkan dugaan ketidakprofesionalan dan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat terkait.
Tuntutan ISMAHI JABAR
Melalui pengaduan ini, ISMAHI JABAR mendesak PROPAM Polri untuk:
Memeriksa Kapolda Jawa Barat dan Kapolrestabes Bandung atas dugaan pelanggaran etik dan kelalaian jabatan;
Mengusut anggota Polri lain yang melakukan pembiaran atau keberpihakan kepada pihak penggusur ilegal;
Menyelenggarakan sidang etik dan/atau disiplin secara terbuka dan akuntabel;
Memberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan bagi warga Sukahaji;
Memastikan proses hukum yang objektif, transparan, dan berpihak pada korban, bukan pada kekuatan modal dan kekerasan.
ISMAHI JABAR memperingatkan dengan tegas: jika PROPAM Polri gagal menindak dugaan pelanggaran ini secara transparan dan berkeadilan, maka pembiaran akan menjadi preseden nasional. Artinya, setiap penggusuran ilegal di negeri ini akan memiliki satu legitimasi berbahaya—cukup hadirkan kekerasan, dan negara akan menoleh ke arah lain.
Kami berdiri bersama warga Sukahaji. Perlawanan terhadap penggusuran ilegal adalah perlawanan untuk mempertahankan martabat hukum dan kemanusiaan. Selama hukum masih dibungkam dan keadilan masih ditunda, ISMAHI JABAR akan terus bersuara, mengorganisir, dan melawan.
Penegasan Sikap
ISMAHI JABAR menegaskan bahwa hukum tidak boleh tunduk pada kekerasan dan modal, serta aparat penegak hukum tidak boleh menjadi penonton dalam pelanggaran hak asasi manusia. Kasus Sukahaji adalah ujian nyata bagi Polri: berdiri bersama rakyat atau membiarkan ketidakadilan dilembagakan.
ISMAHI JABAR akan terus mengawal proses pemeriksaan di PROPAM Polri hingga tuntas, serta membuka ruang konsolidasi publik demi memastikan keadilan bagi warga Sukahaji.
“Hukum untuk Keadilan, Bukan untuk Pembiaran.”
Disusun oleh : Muhammad Zakky Noor R (Koordinator Wilayah) & Silvan Daniel Sitorus (Sekretaris Wilayah)





Posting Komentar