Ketua Komisi IV DPRD: Jangan Sampai Ada Jilid II Kasus Hibah di Tasikmalaya
Tasik (TABLOID CERDAS) Kasus dugaan penyimpangan dana hibah yang tengah diselidiki aparat penegak hukum terus menjadi sorotan publik. Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Asep Saefulloh, angkat bicara terkait polemik yang menyeret sejumlah tokoh agama dan lembaga penerima hibah tersebut.
Asep menyatakan pentingnya melihat persoalan ini secara utuh dan proporsional. Ia menekankan bahwa proses hukum harus tetap berjalan, namun tetap memperhatikan marwah simbol keagamaan yang kini ikut terseret dalam kasus ini.
Sebetulnya yang harus dilihat terlebih dahulu adalah apakah ada penyelewengan atau tidak. Ini menjadi preseden kurang baik, apalagi yang dipanggil adalah alim ulama, simbol moralitas di masyarakat," ujarnya, Jumat 25 April 2025.
Ia menegaskan, harusnya ada pendekatan lain, seperti melalui inspektorat untuk perbaikan sistem, bukan langsung menyeret ke ranah hukum kecuali jika terbukti ada pelanggaran berat.
Asep juga menyoroti aspek regulasi dalam teknis pemberian hibah. Menurutnya, perlu ada evaluasi terhadap Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur mekanisme hibah agar tidak terjadi penyimpangan di masa mendatang.
Kalau nominalnya besar tapi sesuai kebutuhan, misalnya untuk insentif guru madrasah atau kegiatan keagamaan, ya itu sah-sah saja. Yang penting ada dasar hukum dan kebutuhan riilnya," katanya.
Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya unsur politis dalam proses pemanggilan para penerima hibah, Asep tak menampik kemungkinan tersebut, terlebih di tahun politik seperti sekarang.
Kalau sudah masuk tahun politik, apa pun bisa dikaitkan. Saya hanya khawatir jika pola hibah seperti ini dibiarkan, bisa muncul lagi ‘Hibah Jilid II’ di Kabupaten Tasikmalaya. Ini yang harus dicegah," tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa hibah pada dasarnya merupakan hak publik. Namun, sistem pemberian, pengawasan, dan transparansi harus diperbaiki agar tidak menjadi alat kepentingan kelompok tertentu.
Jangan sampai hibah yang seharusnya untuk kepentingan umum jadi kendaraan politik. Harus ada perbaikan sistem, transparansi penerima, serta pengawasan ketat. Jangan ada lembaga fiktif. Semua harus diumumkan ke publik agar bisa diawasi bersama," ujar Asep.
Sebelumnya, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat mengungkap adanya kejanggalan dalam pengelolaan dana hibah yang menghabiskan anggaran hampir Rp30 miliar.
Tujuh lembaga belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban dengan total nilai Rp550 juta. Sementara satu lembaga sama sekali tidak mengajukan pencairan, menyisakan anggaran Rp50 juta yang tak terserap.
Polda Jawa Barat saat ini masih mendalami kasus tersebut. Hingga kini, 12 orang telah dimintai keterangan, termasuk pejabat dari Badan Kesbangpol, Bagian Kesra, BPKAD, dan bagian perencanaan daerah. Polisi juga berencana memanggil sejumlah penerima hibah guna mendalami dokumen dan keterangan tambahan.
“Kami terus mendalami proses penyaluran dan penggunaannya. Jika ditemukan bukti kuat, akan ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ungkap Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rohmawan, dalam keterangannya.
Ref: Riki***
Posting Komentar